Suka Duka Tinggal di Kontrakkan

 

        Ø¨ِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِÙŠْÙ…ِ
اللَّÙ‡ُÙ…َّ صَÙ„ِّ عَÙ„َÙ‰ Ù…ُØ­َÙ…َّدٍ

Hai gaes…

Kali ini saya ingin menceritakan sedihnya hidup di kontrakan.

Ini bukan berarti aku tidak bersyukur lalu mengeluh kepada kalian, justru di sini aku berusaha mengajak kalian untuk mensyukuri nikmat yang Alloh berikan.

Langsung saja, semenjak diterima kerja di kabupaten tetangga, saya memutuskan untuk mengontrak rumah. Dan total dari 2019 sampai 2020 mengontrak 3 rumah, atau 2 kali pindah.

Selama setahun saja, banyak sekali kepahitan yang kurasakan, dan pasti banyak yang lebih pahit dari saya.

1. Masalah Rumah

Di kontrakkan pertama, saya mengontrak rumah papan atau kayu. Sehingga dampaknya banyak lubang, dan kalau siang di terik matahari, panasnya begitu tajam. Sehingga istriku menggunakan kipas angin kurang lebih dari jam 9 siang sampai jam 5 sore, sampai akhirnya kipasnya rusak dan sekarang belum dibetulkan (karena Alhamdulillah, Alloh menghadiahkan rumah untuk kami, eits… baca dulu semuanya).

Kalau malam menjelang, angin perlahan menelusuri lubang-lubang dinding yang kemudian menerobos ke badan kami, sangat terasa karena banyak dinding yang berlubang.

Di kontrakkan kedua, sangat sempit rumahnya, sehingga saya jadikan ruang tamu sebagai kamar, dan 1 kamarnya kami jadikan sebagai tempat pakaian. Akhirnya saya putuskan pindah ke kontrakkan lain.

Ternyata di kontrakkan ketiga, ganti cerita. Mungkin secara bangunan lebih bagus, permanen keramik. Namun bangunannya sungguh mengenaskan.

Hampir setiap hari ada serpihan dinding maupun atap yang runtuh, sehingga rumahnya sangat berdebu.

Memang ada 2 kamar, namun kamarnya tidak sehat sekali, kamar seperti gudang, tanpa jendela, ventilasi sangat kecil, sehingga debu serpihan dinding akan sangat mengganggu.

Ya akhirnya bener kujadikan gudang saja, dan aku tidur di ruang tamu, yang sekaligus menjadi tempat bermain anaku. Sedangkan anak dan istriku kusuruh mereka tidur di depan dapur sekaligus toilet. Kamar kedua sama saja tak sehat, sehingga kujadikan sebagai tempat baju dll.

Kenapa aku tidur di ruang tamu? Karena aku hanya punya kasur 1, yang ukuranya hanya untuk dua orang, sehingga aku takut menindih anak. Udah gitu, kasurnya kasur kapuk, yang sebenarnya kurasakan sangat keras, ga layak dikatakan kasur.

Aku sebenarnya kasihan sama istri, dia berasal dari keluarga berada, dengan kasur tebal yang sangat empuk, semenjak ikut denganku, berubah total, dia harus belajar ikhlas menerima suami yang sedang mengawali perjuangan.

Aku sedih, di saat anaku sudah mulai belajar jalan, dia harus jalan-jalan di ruang tamu yang ukurannya kurang lebih 3x2 meter, kalau dia mau ke ruangan lain, harus ke dapur yang bersatu dengan kamar mandi, pernah dia terpeleset sampai kepalanya membentur lantai.

Belum lagi, istriku bilang bahwa dia ga semangat ngerapihin rumah karena bukan rumah sendiri. Dan kulihat dia capai sekali setiap hari, karena rumahnya penuh debu dan serpihan runtuhan rumah.


2. Isi Rumah

Dan yang lebih membuatku sedih yaitu isi rumah, atau makhluk lain selain kami sebagai penghuni, bukan jin, tapi binatang. Di kontrakkan pertama, tikus banyak sekali, sampai tikar tempat tidurku berlubang dimakan mereka. Begitu pun di kontrakkan kedua, berasku dimakan tikus.

Di kontrakkan ketiga lebih parah. Tikus memang tidak ada, namun bisa dikatakan kecoa sudah berlangganan. Apalagi ketika malam, seperti Laron. Mana istriku pobia Laron.

Dan ga Cuma itu,, di suatu hari istriku bilang ada kaki seribu, katanya cepat sekali larinya. Batinku “mana mungkin kaki seribu masuk dan cepat larinya”

Di lain hari lagi, saat dia di kamar mandi, dia teriak ada kaki seribu, setelah ku lihat, ternyata KELABANG. Aku kaget, lumayan besar, langsung ku bunuh.

Dan itu belum berakhir, ternyata banyak sekali kelabang di rumah itu. Aku membunuh kurang lebih sampai 30 ekor dari ukuran besar sampai bayi.

GA CUMA ITU!

Di suatu malam, saat waktunya tidur, tiba-tiba istriku teriak “ABI---ABII!!!” Lari ke arahku, seketika aku terkejut. Dia melapor ada sesuatu di samping kasurnya. Setelah kunyalakan senter dan kucari tahu

TERNYATA……

SUBHANALLOH!

ULAR!!! Langsung ku bunuh, kalau tidak salah ular cobra.

Setelah itu, istri trauma.

Aku sedih … sampai kapan kami terus seperti ini. Lebih sedih lagi saat melihat anak dan istri


3. DIUSIR bagai Film

Gaes… kamu sering kan nonton di TV?? Ada adegan orang mengontrak rumah lalu diusir sama yang punya.

Dan… ternyata kami juga mengalaminya HIKZ

Saat itu aku sedang diklat jauh selama kurang lebih 10 hari. Terpaksa anak istri kuungsikan ke rumah saudara yang juga jauh.

Saat aku diklat, aku mendapat pesan dari yang punya rumah, kalau kami harus segera pindah, karena rumahnya mau dipakai.

WHAT????

Aku lagi diklat, masa suruh pindahan. Walaupun gaya bahasanya halus, tapi sungguh mengena di hati

Apalagi saat hari jum’at, hari terakhir diklat, kurang lebih jam 1 aku pulang ke kontrakkan, hatiku lemess sekali.

Barang-barangku kompor, tabung gas, dll sudah di depan rumah. Ku ingin menangis.

Setelah perjalanan motor kurang lebih 1 jam, saya langsung menjemput anak istri yang jauh juga. Dan yang lebih menyedihkan lagi, aku ketemu anak dalam keadaan sakit parah. Badannya panas sekali, yang biasanya dia ceria saat itu menangis terus, digendong siapapun menangis, ga mau makan dan minum.

Ku jemput mereka, dan setelah sampai kontrakkan aku harus segera berkemas pindahan kontrakkan. 

Ku gendong anak yang menangis dan kupandang wajah kosong istriku, saat itu benar-benar hatiku menangis, tapi ku harus tetap tegar di depan anak istriku.

Kutenangkan istriku, malam itu kumplit kesedihan hati ini, kupindah barang-barang berteman dengan rintikan air hujan. Yang Alhamdulillah kontrakan selanjutnya tidak terlalu jauh memang.

 

4. kenapa ga beli rumah?

Sungguh saat itu kami ingin beli rumah. Saat jalan-jalan, mataku selalu melihat-lihat rumah atau tanah kosong. Ya Alloh, aku pengin, biarpun tanah sepetak.

Namun, Uang dari mana?

Aku merasa memang ini jalan hidupku, penuh tantangan.

Dalam hati kecil, aku juga iri dengan orang-orang yang ketika mereka berkeluarga, diberi tanah oleh orang tua untuk dibangun rumah, bahkan ga pakai repot dikasih rumah Cuma-Cuma oleh orang tuanya. Atau dibelikan rumah berapapun harganya

Sedangkan aku….

Apakah aku pantas menuntut orang tuaku?

Aku yang sudah diberi kesempatan mencari ilmu dari kecil dan adiku banyak masih kecil-kecil (7)

Orang tua untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja kesusahan.

Apalagi jika ingat, aku diperbolehkan menikah saja harus dengan syarat "kamu boleh nikah, asal biaya sendiri"

yah... sedih memang sedih, tapi justru cara Alloh ini yang akhirnya penuh dengan kejutan dari-Nya.


kenapa ga hutang ke Bank?

astaghfirullah

apakah pantas... rumah yang akan jadi tempat berteduh dan tumbuh anak-anak lucu dan soleh, namun dibangun dari HARTA HARAM -- RIBA yang jelas dibenci Alloh dan Rasul-Nya?

Yah… itu lah kesedihan yang kami rasakan, yang sekarang tinggal kenangan, karena Alloh telah memberikan kejutan rumah idaman TANPA RIBA, tapi dengan #LibatinAlloh dan #AndelinAlloh.

Cerita detailnya klik di sini

pesan kami

1. bagi yang sudah memiliki rumah, entah karena pemberian maupun hasil usaha sendiri, mari mensyukuri, di luar sana banyak sekali orang yang mengontrak bertahun-tahun, yang mungkin hanya 3x5 meter

2. bagi yang sedang mengontrak, #LibatinAlloh dan #AndelinAlloh, Alloh tau perasaan kita. Sabar dalam ketaatan, jangan tergiur iming-iming RIBA, itu bisikan IBLIS.

BERSAMBUNG…….

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top