Ada Diskriminasi PPG PAI?

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِÙŠْÙ…ِ
اللَّÙ‡ُÙ…َّ صَÙ„ِّ عَÙ„َÙ‰ Ù…ُØ­َÙ…َّدٍ
Ikuti Channel WA kami, klik ðŸ‘‰ bit.ly/4eXRBI1 (GRATIS)
Follow Tiktok kami, klik ðŸ‘‰ 


Sebelum membaca semua ini, mari #LibatinAlloh tutup sejenak hp/laptop ini. kita doa sejenak "Ya Alloh berilah kami Guru PAI se Indonesia keadilan, keberhasilan dan keberkahan di dunia dan akhirat"

Disclaimer:
Tulisan ini bukan untuk menjatuhkan pihak manapun, melainkan bertujuan mencari kead*lan untuk Guru Agama sebagaimana guru-guru lainnya


1. Pendahuluan: PPG Guru PAI dan PPG Kem*ndikbud

• Apa itu Pendidikan Profesi Guru (PPG)?:

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 10 Secara ideal dan regulatif PPG untuk meningkatkan Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Selain itu PPG ditujukan untuk mendapatkan Tunjangan profesi setara dengan 1(satu) kali gaji pokok guru (Pasal 16)

• Menelusuri sejarah PPG

Penulis mendapatkan infromasi di DERAP GURU, No. 193 Th. XVI - Februari 2016. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disahkan pada 30 Desember 2005, setelah perjuangan panjang PGRI. UU ini meningkatkan kesejahteraan dan martabat guru melalui sertifikasi dan tunjangan profesi. Namun, pemerintah dianggap lamban dan setengah hati dalam pelaksanaannya, terutama terkait tunjangan profesi guru bersertifikat. PGRI terus mendesak hingga terbit Permendiknas No. 18 Tahun 2007 yang mengatur sertifikasi guru, diikuti oleh PP No. 74 Tahun 2008 yang memperkuat dasar hukum sertifikasi. Dalam pasal 7, guru pertama kali memperoleh tunjangan profesi 1 Oktober 2007.

• Menelusuri Perubahan PPG

PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru) mulai dilaksanakan sekitar tahun 2007 hingga tahun 2017. Program ini dirancang sebagai bagian dari sertifikasi guru dalam jabatan, yakni guru yang sudah mengajar sebelum adanya aturan sertifikasi guru yang baru. PLPG berlangsung selama 10 hari, terdiri dari kegiatan pembelajaran, penyusunan perangkat, praktik mengajar, dan diakhiri dengan Uji Kompetensi Guru (UKG).

Pada 2018, PLPG digantikan oleh PPG (Pendidikan Profesi Guru) dalam rangka peralihan sistem sertifikasi, dengan tujuan untuk memperkuat kualitas pelatihan dan evaluasi guru di Indonesia .

Pada tahun 2020, akibat pandemi Covid-19, pelaksanaan PPG Dalam Jabatan dilakukan sepenuhnya secara daring. Uji Kinerja (UKIN) dilaksanakan dengan cara mahasiswa mengirim rekaman video praktik mengajar. Uji Pengetahuan (UP) awalnya dilaksanakan secara tatap muka di perguruan tinggi terdekat kemudian diganti full daring.
 

• Pelaksanaan:

Kemudian untuk mendapatkan tunjangan profesi, maka guru harus mengikuti pendidikan profesi. Berhubung di Indonesia dikelola oleh Kem*ndikbud dan Kem*nag, maka dua kem*nterian ini sama-sama membuat regulasi dan mekanisme dalam pendidikan profesi, dengan teknis Kemen*g melakukan penyesuaian terhadap Kem*ndikbud sebagai pemegang otoritas pendidikan di Indonesia.

Namun yang membuat penulis heran Kem*ndikbud mengurusi semua guru di sekolah negri seperti Guru Kelas SD, Mata Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA dan kem*nag mengurusi guru madrasah. Ternyata ada ”pengecualian” Guru PAI di sekolah negeri diurus oleh kem*nag, dengan dasar hukum PP 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Justru ini diduga menjadi pangkal diskrimin*si.

Tulisan ini akan membahas tentang apakah ada diskrimin*si dalam pelaksanaan PPG Guru PAI dibandingkan dengan PPG di bawah Kem*ndikbud, terutama dari segi kebijakan, kuota dan akses


2. Perbandingan Regulasi PPG Kem*nag dan Kem*ndikbud

• Regulasi Guru:

Sebelum menguraikan regulasi kem*nterian, kami tampilkan regulasi yang lebih tinggi yang menjadi acuan dalam membuat regulasi di bawahnya
  1. UU No. 20 Tahun 2003 - Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  2. UU No. 14 Tahun 2005 - Tentang Guru dan Dosen.
  3. PP No. 19 Tahun 2005 - Tentang Standar Nasional Pendidikan, diubah 2013, 2015 menjadi PP No. 57 Tahun 2021
  4. PP No. 74 Tahun 2008 - Tentang Guru. Diubah dengan PP No. 19 Tahun 2017
  5. PP No 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
  6. PP Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru Dan Dosen

• Perubahan Regulasi PPG Kem*ndikbud:

  1. Permendiknas No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan
  2. Permendiknas No. 8 Tahun 2009 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan
  3. Permendiknas No. 9 tahun 2010 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Bagi Guru dalam Jabatan
  4. Permendikbud No.5 Tahun 2012 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabata
  5. Permendikbud No.62 Tahun 2013 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan dalam Rangka Penataan dan Pemerataan Guru.
  6. Permendikbud No. 87 Tahun 2013 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan
  7. Permendikbud No. 29 Tahun 2016 tentang Sertifikasi bagi Guru yang Diangkat Sebelum Tahun 2016
  8. Permendikbud No. 37 Tahun 2017 mengatur tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan yang Diangkat sampai dengan Akhir Tahun 2015
  9. Permendikbud No. 38 Tahun 2020 tentang Tata Cara Memperoleh Sertifikat Pendidik bagi Guru dalam Jabatan.
  10. Permendikbudristek No. 54 Tahun 2022 tentang Tata Cara Memperoleh Sertifikat Pendidik Bagi Guru Dalam Jabatan
  11. Permendikbudristek Nomor 19 Tahun 2024 tentang Pendidikan Profesi Guru

• Regulasi PPG Kem*nag

Penulis sudah mencari dimana-mana, namun hanya menemukan 1 aturan yaitu: Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 745 tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan PPG Dalam Jabatan

Adapun kebanyakan yang beredar berupa surat edaran (SE) dan Juknis. Peraturan Menteri (Permen) memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan, digunakan untuk mengatur kebijakan publik secara formal dan dapat dijadikan dasar hukum. Surat Edaran (SE), sebaliknya, hanya memberikan arahan atau panduan dalam pelaksanaan peraturan yang lebih tinggi tanpa kekuatan hukum mengikat.

Petunjuk Teknis (Juknis) juga tidak mengikat secara hukum, namun berfungsi sebagai pedoman teknis untuk mengimplementasikan kebijakan di lapangan.

• Interpretasi

Dari perbandingan regulasi PPG antara Kem*ndikbud dan Kem*nag, terlihat bahwa memang terdapat perbedaan signifikan dalam jumlah aturan yang mendasari pelaksanaan PPG di masing-masing kem*nterian. 

Kem*ndikbud memiliki rangkaian regulasi yang cukup banyak, mulai dari tahun 2007 hingga 2024, yang mengatur berbagai aspek PPG, baik untuk guru dalam jabatan maupun prajabatan. Ini menunjukkan perkembangan dan adaptasi yang terus dilakukan oleh Kem*ndikbud untuk menyesuaikan program PPG dengan kebutuhan pendidikan yang dinamis.

Sementara itu, di Kem*nag, hanya terdapat satu regulasi yang ditemukan, yaitu Keputusan Menteri Agama No. 745 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan PPG Dalam Jabatan. Jumlah regulasi yang sangat sedikit ini dapat memunculkan kesan bahwa Kem*nag kurang memberikan perhatian yang cukup pada program PPG. Jika dibandingkan dengan Kem*ndikbud yang terus melakukan pembaruan regulasi, situasi ini bisa dilihat sebagai bentuk ketidakad*lan atau diskrimin*si dalam hal kebijakan, akses, dan dukungan terhadap peningkatan kualitas guru di bawah Kem*nag.

Keluhan ini cukup beralasan, terutama jika dilihat dari bagaimana pengaturan dan pelaksanaan PPG di bawah Kem*nag cenderung tertinggal dalam hal regulasi dan pembaruan dibandingkan dengan Kem*ndikbud.


3. Perbandingan Pendanaan PPG

• Kem*ndikbudristek:

Pasal 20 Permendikbud No. 38 Tahun 2020 mengatur bahwa pembiayaan pelaksanaan Program PPG dalam Jabatan dapat bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Pasal 22 Permendikbudristek Nomor 19 Tahun 2024 menjelaskan bahwa pendanaan Program PPG dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu: APBN, APBD, anggaran penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, kontribusi dari peserta PPG, serta sumber lain yang sah.

• Kem*nag:

Di KMA 745 Tahun 2020 tidak disebutkan tentang pendanaan PPG. Justru disebutkan di Juknis PPG 2024: Biaya Program PPG bersumber dari APBN Kem*nterian Agama, APBD, dana LPDP Kem*nterian Keuangan, serta anggaran lembaga negara atau pemerintah nonstruktural. Hal ini berarti PPG Kem*nag melarang pembayaran dari peserta atau istilah populernya PPG Mandiri.

• Interpretasi:

Perbedaan ini menimbulkan kesan bahwa program PPG di bawah Kem*ndikbudristek memiliki fleksibilitas lebih besar dalam hal sumber dana, termasuk kontribusi dari peserta dan masyarakat, sedangkan program di bawah Kem*nag tampak lebih bergantung pada sumber pendanaan dari pemerintah. Hal ini bisa dianggap sebagai bentuk diskrimin*si dalam alokasi dan akses pendanaan.

Dikarenakan APBN Kem*nag tidak mampu membiayai PPG semua Guru Agama, Kem*nag ”memohon” secara resmi tertuju kepada Pemda. Kenyataannya di lapangan, yang mengeksekusi permohonan ini justru guru-guru PAI yang tupoksinya bukan melobi sana-sini. Dan bahkan, sudah banyak Guru PAI melakukan lobi ke Bupati, Sekda, Dinas Pendidikan, Baznas dll dan akhirnya mengalami penolakan karena beberapa hal, seperti keterbatasan anggaran dan terjanggal regulasi.

4. Perbandingan Penentuan Kuota

• Penentuan Kuota PPG di bawah Kem*ndikbudristek:

Dalam Permendikbud No. 37 Tahun 2017 pasal 5 diatur secara detail:
Setiap tahun, Menteri menetapkan kuota nasional untuk peserta PPG. Dinas pendidikan mengusulkan guru yang memenuhi syarat kepada Menteri. Setelah itu, Menteri memverifikasi data usulan dan melakukan seleksi calon peserta. Peserta yang lolos seleksi ditetapkan oleh Menteri dan nama-nama peserta disampaikan ke menteri yang mengurus pendidikan tinggi.

• Penentuan Kuota PPG Guru Agama di bawah Kem*nag:

KMA 745 Tahun 2020 Bab III halaman 13 menjelaskan bahwa setiap tahun kuota peserta PPG ditetapkan oleh Menteri berdasarkan kebutuhan guru secara nasional untuk setiap program studi, kapasitas LPTK penyelenggara, dan ketersediaan anggaran pemerintah. Selain itu, sebaran calon peserta juga mempertimbangkan distribusi guru di tiap provinsi untuk memastikan pemerataan.

• Interpretasi:

Yang menentukan kuota PPG yaitu Menteri Pendidikan dan Menteri Agama. Secara umum sama, meskipun kedua kem*nterian memiliki regulasi yang jelas, mekanisme penentuan kuota di bawah Kem*ndikbudristek tampak lebih terstruktur dan melibatkan dinas pendidikan secara langsung, sementara Kem*nag lebih fokus pada aspek kebutuhan dan kapasitas LPTK.

5. Perbandingan Kuota PPG Guru PAI dan Guru Umum

• Kuota PPG Guru PAI di bawah Kem*nag:

Melansir berita resmi di pendis.kemen*g.go.id disebutkan “kuota yang tersedia rata-rata berkisar 5000 orang per tahun”. Sedangkan berdasarkan data resmi dari siagapendis.kemen*g.go.id/index/statistik: Jumlah total Guru PAI di Indonesia 254.934. yang belum PPG sebanyak 146.876 atau 57.61%. 

Jadi membutuhkan 29 tahun untuk menuntaskan Guru PAI bisa PPG semuanya. Hal ini sangat tidak ad*l, karena banyak guru PAI yang sudah mendekati usia pensiun dengan konsekuensi tidak akan pernah mendapatkan tunjangan profesi selamanya. Apalagi di tahun 2024 APBN Kem*nag tidak ada kuota sama sekali.

• Kuota PPG di bawah Kem*ndikbudristek:

Berbeda dengan Kem*ndikbudristek setiap tahun selalu lebih dari 1 angkatan, bahkan tahun 2022 sampai 7 gelombang. Dimana setiap gelombangnya sangat banyak kuotanya. Contohnya melalui SE No 2573/B2/GT.00.08/2023 kuotanya sebanyak 48.818 Angkatan III Tahun 2023. Melansir di situs umsu.ac.id pada tahun 2024 Kem*ndikbud memberikan kuota 576.961 berbagai guru: Guru Kelas SD, Matematika, PJOK dan lain-lain, kecuali Guru Agama.

• Dampak Ketimpangan Kuota

Kesenjangan yang terlihat antara kuota PPG untuk guru PAI dan guru lainnya mencerminkan adanya diskrimin*si yang tidak dapat diabaikan. Keputusan untuk tidak memberikan kuota PPG yang cukup bagi guru PAI menunjukkan kurangnya pengakuan terhadap peran penting yang mereka mainkan dalam pendidikan agama di Indonesia. 

Dengan demikian, banyak guru PAI yang berpotensi kehilangan kesempatan untuk berkembang secara profesional dan mendapatkan hak mereka, yang berujung pada ketidakad*lan yang sistematis dalam sistem pendidikan. Hal ini menciptakan rasa ketidakpuasan dan mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap peningkatan kualitas pendidikan agama di tanah air.

6. Realisasi Pembiayaan APBD

PPG di bawah Kem*ndikbud maupun Kem*nag sama-sama ada klausul dapat dibiayai Pemerintah Daerah (Pemda), namun dalam hal implementasinya berbeda:

• PPG di bawah Kem*nag:

Kem*nag berkali-kali membuat surat resmi tertutuju Sekretaris Daerah Provinsi atau Kabupaten untuk memohon partisipasi pembiayaan PPG bai Guru PAI di masing-masing daerah. Pada tahap implementasinya, guru-guru PAI secara personal maupun komunal harus melobi kesana kemari yang bukan tupoksinya. Harus berhadapan dengan bupati/walikota, DPRD, Dinas Pendidikan, Sekda dan birokrasi lainnya dengan berbagai pendekatan. Dan hasilnya hanya segelintir pemda yang menyambut dengan tangan terbuka.

Di Indonesia ada 416 Kabupaten dan 98 Kota (kompas.com), Namun hanya 127 pemda yang bersedia membiayai PPG Guru PAI (pendis.kemen*g.go.id 2022)
Selain itu juga:
  • Belum tentu pemda tersebut bersedia membiayai di tahun berikutnya
  • Banyak pemda yang memberikan besaran kuota yang tidak sebanding dengan banyaknya daftar tunggu
  • Sebagian pemda membiayai Guru PAI yang berstatus ASN. Sedangkan yang honorer dengan berbagai alasan tidak bisa diikutkan.
Kenapa umumnya Pemda tidak membiayai PPG PAI? Ada beberapa kemungkinan:
  • Pemda belum tahu jika kondisi Guru PAI seperti sekarang
  • Pemda sudah tahu, tapi belum menemukan payung hukum untuk menganggarkan
  • Pemda menyetujui, tapi belum bisa memasukan ke Anggaran

• PPG di bawah Kem*ndikbudristek:

Meskipun sama-sama mempunyai klausul pembiayaan PPG melalui APBD, tidak pernah terdengar kabar dan surat resmi beredar jika Kem*ndikbud memohon partisipasi pembiayaan PPG ke Pemda, bahkan tidak ada berita jika guru-guru kem*ndikbud bersusah payah menembus birokrasi untuk meminta kuota PPG

• Kesenjangan kebijakan:

Kesenjangan kebijakan dalam pembiayaan PPG antara Kem*nag dan Kem*ndikbudristek menciptakan kesan diskrimin*si yang kuat bagi guru PAI, yang terpaksa melakukan lobi yang melelahkan untuk mendapatkan dukungan dari pemda, sementara guru di bawah Kem*ndikbudristek tampak lebih terjamin tanpa harus menghadapi birokrasi yang rumit. Kesan ini diperburuk oleh ketidakpastian dalam akses, terbatasnya kuota, dan ketidakpastian pendanaan dari tahun ke tahun.

7. Karpet Merah untuk Guru Penggerak

Guru Penggerak merupakan program Kem*ndikbud yang dapat diikuti oleh semua guru termasuk guru PAI. Lantas banyak Guru PAI yang sudah mengantongi Sertifikat Guru Penggerak.

• Kebijakan PPG di bawah Kem*ndikbudristek:

Melalui Permendikbudristek No 54 Tahun 2022. Bagi guru yang mempunyai sertifikat guru penggerak tidak perlu bersusah payah menunggu antrian PPG, karena mendapatkan keistimewaan berupa:
  1. Menjadi Peserta PPG Jalur Eksekutif (pasal 4)
  2. PPG tanpa pembelajaran, Uji Komprehensif, PPL dan UKIN (pasal 24.a)
  3. Hanya mengikuti Ujian Pengetahuan (UP) (Pasal 24.c)


• Kebijakan PPG di bawah Kem*nag:

Biarpun Guru PAI mempunyai sertifikat Guru Penggerak, tetap saja tidak bisa mendapatkan karpet merah. Selain harus mengantri kuota, juga melewati proses PPG harus seperti biasanya, dari tahap pembelajaran modul, sampai UKIN dan UP. Karena Kem*nag masih menggunakan regulasi outdate yaitu KMA No.745 tahun 2020

• Kesenjangan kebijakan:

Kebijakan yang berbeda dalam pelaksanaan PPG antara Kem*ndikbudristek dan Kem*nag menciptakan ketidakad*lan bagi guru PAI. Hal ini yang menyebabkan guru PAI merasa terpinggirkan dan kurang dihargai, meskipun mereka telah menunjukkan komitmen dan kompetensi dalam pengembangan profesi. 

Hal ini memperkuat kesan bahwa pendidikan agama tidak mendapatkan perhatian yang setara dibandingkan dengan disiplin ilmu lainnya, sehingga berdampak negatif pada motivasi dan profesionalisme guru PAI.

8. Mekanisme, Infrastruktur dan Durasi PPG

• PPG Guru Agama:

Mekanisme dan Infrastruktur yang digunakan Kem*nag masih belum diupdate. Hal ini terlihat calon peserta PPG PAI harus melewati Seleksi Akademik atau Pre Test PPG yang belum tentu mereka lolos

Kemudian Berdasarkan Surat Edaran No B-495/DJ.I/Dt.I.III/HM.00/06/2024, masih menggunakan infrastruktur lama atau Learning Management System (LMS) space.kem*nag.go.id. Dimana peserta harus mengerjakan tugas yang sangat banyak dan susah, ditambah lagi dihadapkan dengan dosen-dosen yang bisa saja bersifat subjektif.

Kemudian peserta harus melewati tahapan yang panjang dan memakan waktu lama:
  1. RPL Mahasiswa PPG
  2. Pendalaman Materi
  3. Pengembangan Perangkat Pembelajaran, Review & Peer Teaching
  4. Uji Komprehensif
  5. PPL 122 dan RPP 123
  6. Review PPL 122
  7. Unggah Portofolio UKIN (Inovasi pembelajaran, publikasi, pengabdian dan lain- lainnya)
  8. UKIN Praktik Pembelajaran Riil dan Perekaman Video Pembelajaran
  9. Unggah Video Pembelajaran
  10. Penilaian UKIN
  11. Induksi dan Try Out UP
  12. Uji Pengetahuan (120 Soal dengan kisi-kisi outdate)
Jika melihat surat edaran tersebut dimulai RPL 24 Juni 2024 sampai UP 3 November 2024 maka peserta harus menempuh kesibukan selama 4 bulan dan 10 hari.

• PPG Kem*ndikbudristek:

Mekanisme dan Infrastruktur yang digunakan Kem*ndikbud sudah diupdate. Memang di Permendikbud No 54 Tahun 2022 peserta harus melewati seleksi administrasi dan seleksi akademik. Tapi sudah diupdate dengan Permendikbudristek No.19 tahun 2024 yaitu: peserta harus melewati seleksi administratif, tes tertulis, dan wawancara (pasal 6), namun seleksi tes tertulis, dan wawancara ini tidak berlaku bagi Guru Tertentu salah satu syaratnya hanya terdaftar di Dapodk dengan status aktif mengajar pada tahun ajaran 2023/2024. Artinya pada tahun tersebut bisa dikatakan semua guru bisa mengikuti PPG.

Kemudian Kem*ndikbud menggunakan metode terbaru yaitu Piloting dan menggunakan infrastruktur/LMS baru, yaitu Platform Merdeka Mengajar (PMM) https://guru.kemdikbud.go.id. Dimana peserta tidak mengerjakan tugas yang banyak dan susah, ditambah lagi tidak dihadapkan dengan dosen-dosen yang bisa saja bersifat subjektif. Apalagi dapat dikatakan semua guru di Indonesia mempunyai Akun PMM termasuk Guru Agama

Tahapan PPG di Kem*ndikbud pun sangat humanis terlihat di https://ppg.kemdikbud.go.id/ppg- guru-tertentu, yaitu:
  1. Pembelajaran “Mandiri” di PMM (tanpa dimarahi atau dipersusah dosen)
  2. Pendaftaran UKPPPG di PMM (setelah belajar teori, seketika langsung ujian, bukan praktik mengajar dan lain-lain)
  3. Pelaksanaan Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK)/UP (50 Soal SJT)
  4. Pelaksanaan Penilaian Uji Kinerja (tanpa unggah portofolio)
Kemudian waktunya pun lebih singkat 24 Juli sampai 23 September 2024 atau 62 hari.

• Dampak Ketimpangan :

Kesenjangan dalam mekanisme dan infrastruktur PPG antara Kem*nag dan Kem*ndikbudristek menunjukkan adanya diskrimin*si yang merugikan guru PAI. Dalam konteks Kem*nag, proses yang panjang dan penuh tantangan, mulai dari seleksi akademik yang ketat hingga penggunaan LMS yang outdated, menciptakan beban tambahan bagi peserta. Selain itu, perlakuan subjektif dari dosen juga menambah tingkat kesulitan, membuat peserta merasa tertekan dan tidak dihargai.

Sebaliknya, PPG di bawah Kem*ndikbudristek menawarkan pendekatan yang lebih humanis dan efisien, dengan infrastruktur yang lebih baik dan proses yang lebih singkat. Hal ini menciptakan ketidakad*lan yang jelas, di mana guru PAI harus menjalani proses yang lebih rumit meski memiliki kualifikasi yang sama.

9. PPG Prajabatan

Sejak tahun 2021, pemerintah telah mengangkat guru melalui jalur ASN-PPPK, dengan syarat utama bahwa individu tersebut sudah menjadi guru dan terdaftar dalam Dapodik minimal selama dua tahun.
Di lain sisi, mulai tahun 2023, instansi pemerintah, termasuk sekolah negeri, dilarang mengangkat tenaga honorer. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran mengenai nasib lulusan S1 Pendidikan atau guru.
 
Data pddikti.kemdikbud.go.id menunjukkan bahwa pada tahun 2020, lulusan S1 guru mencapai 21,84% atau sebanyak 335.190 orang, dengan Program Studi PGSD mendominasi (35,60% atau 39.960 lulusan) dan Pendidikan Agama Islam (PAI) menyumbang 20,58% atau 35.798 lulusan

• PPG Pra Jab di bawah Kem*ndikbudristek:

Merespon kebijakan pemerintah pusat, Kem*ndikbud langsung menggencarkan PPG Pra Jabatan atau untuk yang belum menjadi guru. Kem*ndikbud secara konsisten setiap tahun menyelanggarakan PPG pra jab yang dibagi beberapa gelombang, bahkan kuotanya sangat banyak. Dikutip dari ppg.kemdikbud.go.id/prajab/detail-program-seleksi, Kem*ndikbud sudah membuka pendaftaran kuota 38.112 mahasiswa PPG prajab 2024. Bahkan jika melihat regulasi yang ada, Kem*ndikbud sudah lama mengadakan PPG Prakabatan, hal ini tertuang Permendiknas No. 8 Tahun 2009 tentang Program PPG Prajabatan.

Selain memberikan alternatif setelah lulus S1, Kem*ndikbud juga melakukan follow up terhadap lulusan PPG Pra Jabatan dengan memebrikan tempat khusus pada seleksi ASN PPPK Guru. Hal ini dimulai dari tahun 2023 dan 2024.

Hal ini tertuang dalam Kepmenpan-RB No. 348 tahun 2024 tentang Mekanisme Seleksi PPPK Guru. Ada 4 kriteria yang dapat mendaftar sebagai ASN, kriteria ke 4 yaitu Lulusan PPG Kem*ndikbud. Artinya mahasiswa lulusan Non PAI berpotensi mendapatkan 2 benefit sekaligus, yaitu diangkat menjadi ASN PPPK dan mendapatkan tunjangan sertifikasi sama dengan gaji pokok ASN.

• PPG Pra Jab di bawah Kem*nag:

Kem*nag sudah mengeluarkan KepDirjenPendis No. 6328 tahun 2022 tentang Juknis Pelaksanaan PPG Pra Jabatan Tahun 2023. Namun pada kenyataanya sampai tahun 2024. Namu hingga tulisan ini dibuat, tidak satu kali pun PPG Prajabatan dilaksanakan. Hal ini berdampak lulusan PAI yang rata-rata berjumlah 35.798 mahasiswa, tidak dapat masuk menjadi guru honorer, tidak dapat mengikuti PPG Pra jabatan dan tidak dapat pula mendaftar sebagai ASN PPPK Guru. Lantas mau kemana mereka?

• Kesenjangan kebijakan:

Kondisi PPG Pra Jabatan bagi lulusan S1 Pendidikan Agama Islam (PAI) mencerminkan ketidakad*lan yang signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Meskipun pemerintah telah mengatur jalur ASN-PPPK untuk memberikan kesempatan kepada guru, kebijakan tersebut tidak diimbangi dengan akses yang setara bagi lulusan PAI, yang secara jumlah cukup signifikan. Kem*nag tidak mampu menyediakan jalur yang sama dengan Kem*ndikbud untuk lulusan PAI, meskipun telah ada regulasi dan juknis yang diterbitkan. Hal ini mengakibatkan lulusan S1 PAI terpinggirkan, tanpa akses ke PPG Pra Jabatan dan kesempatan untuk menjadi ASN PPPK.


10. Kesimpulan

Dugaan yang beredar terkait diskrimin*si terhadap guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam pelaksanaan Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Indonesia sangat jelas terlihat dari berbagai aspek. Meskipun memiliki peran penting dalam pendidikan nasional, guru PAI menghadapi serangkaian tantangan yang tidak dialami oleh guru di bawah Kem*nterian Pendidikan dan Kebudayaan (Kem*ndikbud).

1. Regulasi yang Tidak Seimbang: 
Terdapat perbedaan signifikan dalam jumlah dan kualitas regulasi yang mengatur PPG di Kem*nag dibandingkan dengan Kem*ndikbud. Kem*nag hanya memiliki satu regulasi utama, sementara Kem*ndikbud memiliki serangkaian regulasi yang lebih lengkap dan terstruktur, menunjukkan perhatian yang lebih besar terhadap pengembangan profesi guru.

2. Akses Terbatas ke Kuota dan Pendanaan
Kuota PPG untuk guru PAI sangat terbatas, dengan hanya sekitar 5.000 peserta per tahun dibandingkan dengan kebutuhan yang jauh lebih besar. Selain itu, akses pendanaan dari pemerintah daerah sering kali sulit dicapai, memaksa guru PAI untuk melakukan lobi yang melelahkan untuk mendapatkan dukungan yang tidak selalu tersedia.

3. Mekanisme dan Infrastruktur yang Ketinggalan Zaman: 
Proses pelaksanaan PPG di Kem*nag masih menggunakan infrastruktur yang tidak efisien dan mekanisme yang panjang, membuat beban tambahan bagi peserta. Di sisi lain, Kem*ndikbud telah beralih ke metode yang lebih modern dan efisien.

4. Kesenjangan dalam PPG Pra Jabatan: Lulusan S1 Pendidikan Agama Islam tidak mendapatkan akses yang sama untuk mengikuti PPG Pra Jabatan dan peluang menjadi ASN PPPK, meskipun mereka memenuhi syarat. Hal ini menciptakan kesenjangan yang besar dalam kesempatan kerja dan pengakuan profesi.

5. Kurangnya Pengakuan dan Dukungan: 
Diskrimin*si ini memperkuat persepsi bahwa pendidikan agama tidak mendapatkan perhatian yang setara dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini berpotensi mengurangi motivasi guru PAI dan menurunkan kualitas pendidikan agama di Indonesia.

Secara keseluruhan, situasi ini menunjukkan perlunya reformasi kebijakan untuk memastikan kead*lan dan kesetaraan dalam pengembangan profesi guru, terutama bagi guru PAI, agar mereka dapat berkontribusi secara optimal dalam pendidikan bangsa. Keberadaan kebijakan yang lebih inklusif dan ad*l sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama dan menghargai peran vital guru PAI di Indonesia.

SEMOGA ALLOH MEMBERIKAN KEBERKAHAN DAN KESUKSESAN BAGI SELURUH GPAI DI INDONESIA SAMPAI AKHIR ZAMAN

┈••✦☪︎✦••┈🕋┈••✦☪︎✦••┈

DUKUNG blog ini klik ðŸ‘‰ 

Jika ingin memberi kritik, saran atau berbagi informasi ke kami, silahkan hubungi kami melalui
Email: ubaygurupai2021@gmail.com 
Klik ðŸ‘‰ Grup Guru PAI
Klik ðŸ‘‰ Grup Guru Kemendikbud
Jangan lupa untuk mengisi ðŸ‘‰ 
Yuk baca ðŸ‘‰ 

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top