Menjauhkan Sekolah dari Premanisme

 

BABAT BIBIT PREMANISME DI SEKOLAH
Bismillah
Allohumma Shalli ala Muhammad, Amma ba’d

Tulisan ini, adalah tulisan pertamaku tentang perjalananku sebagai Guru sekaligus Guru Pendidikan Agama Islam. Terhitung 1 Maret 2019, saya menjadi CPNS Guru PAI SD, sebenarnya sudah banyak yang ingin ku tulis, berhubung kurangnya mood, atau ide, sehingga baru dimulai sekarang. Dimana di blog ini, Insha Allah saya akan menampilkan tulisan-tulisan terkait penelitian dalam pekerjaanku sebagai guru.

Hari Jum’at tanggal 16 Januari 2019, saya memasuki kelas V. Sebagaimana pembelajaran pada umumnya, saya melakukan penilaian terhadap hafalan suratan pendek siswa. Di tengah kesibukan saya menilai siswa, ada pandangan yang mengejutkan saya sebagai guru.
Tepat di bangku paling depan, saya melihat ada seorang siswa memukul temannya. Sedangkan teman yang dipukul hanya diam seperti hendak menangis. Saya pun langsung bangkit dari tempat duduk guru, saya mengejar siswa pemukul itu
hey.. kamu ngapain??”
“egak ngapa-ngapa pak guru?” dia membela diri
“egak apaan??, kamu memukul dia di depan mata pak guru!!”
Dia diam tidak bisa menjawab.

Suasana kelas yang tadinya rame, seketika hening. Karena selama saya amati, dia si pemukul memang sudah terbiasa memukul teman-temannya, terlihat berbuat sewenang-wenang. Saya pun melanjutkan meluapkan amarah. Dimana amarah ini tidak saya tujukan kepada dia si pemukul. Tapi saya menegaskan ke semua siswa di kelas.

tidak ada geng di dalam kelas!!, kalian semua sama di sini. Tidak boleh merasa lebih dari yang lainnya.
Orang tua kalian kaya, orang tua miskin, semuanya sama!
Sama-sama belajar!. Tidak perbedaan
Saya juga terheran, dia si pemukul badannya kecil, banyak siswa di kelas yang badannya lebih besar, tapi tidak ada yang berani.
Di tengah-tengah saya marah-marah, ada sekelompok siswa yang berbisik-bisik kepada saya
“pak, dia suka menyuruh-menyuruh si A”
Hal ini semakin menguatkan dugaan saya bahwa si pemukul tadi menjadi superioritas di kelas. Saya pun melanjutkan marahnya

di sini tidak ada raja!
Di sini tidak ada pembantu!
Siapa di sini yang biasa disuruh-disuruh?
Kalau kalian dinakalin teman
Jangan takut!
Lawan dia!
Kalau tidak berani, bilang sama pak guru
Tapi dengan catatan, kalian benar
Kalau kalian salah, jangan
Kita semua di sini sama!

Setelah saya amati, memang sifat superioritas hampir muncul di setiap jenjang kelas. Perasaan superior siswa biasanya dikarenakan status social orang tuanya, yaitu yang kaya atau mempunyai kedudukan. Sehingga dia merasa lebih berkuasa dari teman-temanya.
Si pemukul tadi, “mungkin” orang tuanya paling kaya di sekolah, karena hanya dia yang sekolahnya diantar dengan mobil.
Tidak hanya kelas V, di kelas I pun saya menemukan hal itu
Ketika saya duduk di bangku guru, saya terkejutkan dengan siswa tepat di depan saya, yang telah selesai minum es, lalu bungkusnya dikasih ke teman di sampingnya, suruh membuang ke tempat sampah, spontan saya langsung menasihati, tanpa marah,
“heiii …. Heiii…. Ga boleh seperti itu. Buang sendiri. Ga boleh di kelas ada yang suka menyuruh-nyuruh,”

Perasaan superioritas ini yang akan memunculkan bibit premanisme di dalam diri siswa, karena merasa paling “lebih”, sehingga dia bebas menyuruh teman yang lain, bahkan berhak mengendalikan teman-temannya, sampai yang paling parah, dengan sewenang-wenang menyakiti secara fisik maupun verbal. Bisa juga terjadi pemalakan atau pencurian di dalam kelas.
Di sini lah peran seorang guru dalam hal psiko-sosial siswa, yaitu lebih mengedepankan jiwa empati dari pada minta dilayani.
Lebih baik memberi dari pada meminta paksa.
Lebih baik saling membantu daripada menjadikan temannya sebagai pembantu
Hal ini, tidak ada di dalam Kurikulum, silabus bahkan RPP, tapi ada dalam hati suci setiap manusia. Yaitu egalitarian antar sesama, tidak ada penindasan tidak ada pemaksaan. Jangan sampai ada kelas social di dalam diri siswa.
Yang kaya, tanamkan jiwa membantu yang kurang kaya
Yang pintar, tanamkan jiwa mengajar yang kurang pintar
Itu lah ajaran Islam,
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam diturunkan untuk menghapus kelas social zaman jahiliyah
Islam masuk Indonesia untuk menghapus kelas social dalam sistem kasta

Karena sejatinya yang paling unggul dan mulia, bukan yang paling kaya, paling gagah-cantik, paling pintar. Karena YANG PALING MULIA ADALAH DIA YANG BERTAQWA.
Ø¥ِÙ†َّ Ø£َÙƒْرَÙ…َÙƒُÙ…ْ عِÙ†ْدَ اللَّÙ‡ِ Ø£َتْÙ‚َاكُÙ…ْ ٌ
 Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu..” (QS. Al Hujurat: 13)

setelah selesai marah-marah, di akhir pembelajaran, saya sebagai guru minta maaf
"yaa... sebelumnya pak guru minta maaf, karena tadi sudah marah-marah. semua itu demi kebaikan kalian" juga saya meminta maaf ke siswa yang pemukul
masya Alloh, luar biasa, justru siswa-siswa di kelas malah tersenyum bahagia, rasa gembira mereka malah terpancar dari sorot mata dan senyuman-senyumannya, "tidak apa-apa pak", jawaban yang kompak
mungkin, mereka yang selama ini tertindas, merasa ada guru yang menghancurkan tembok keangkuhan dan penindasan di kelas.

Jadi…
Bibit-bibit premanisme ini lah yang harus dibabat
I love u my students
           
Alhamdulillah
Wallohu a’lam
Banyumas, 17 January 2020
Guru Pembelajar
Ngubaidillah Al faqir

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top