بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّØْÙ…َÙ†ِ الرَّØِÙŠْÙ…ِ
اللَّÙ‡ُÙ…َّ صَÙ„ِّ عَÙ„َÙ‰ Ù…ُØَÙ…َّدٍ
KISAH 1
Tulisan ini saya awali dengan Kisah Makhluk Termulia Nabi Muhammad SAW yang jarang disoroti banyak orang.
Dalam buku Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager halaman 77, Dr Syafi’I Antonio menceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW ditinggal kedua orangtua yang menjadi sumber mental dan finansialnya. Walaupun berikutnya diasuh oleh kakek dan pamannya, namum paman Abu Thalib bukanlah orang kaya, sehingga tidak jarang Muhammad kecil sering membantu keuangan keluarga pamannya sebagai pekerja serabutan seperti menggembalakan ternak penduduk Mekah.
Tidak berhenti disitu, di umur 12 tahun Nabi Muhammad mengikuti pamannya bukan untuk piknik, melainkan berdagang ke wilayah negara lain. Kemudian memulai usahanya sendiri di usia 17 tahun. Buah dari ketekunan, beliau menikahi Khadijah di usia 25 tahun dengan mahar 20 unta (20x50jt=1M + 12,5 ons emas (1250X971rb=1,2M), Total mahar +- 2,2 Milyar
Pekerjaan sebagai pengusaha ini terus dilakukan sampai beliau usia 37 tahun dan berhenti setelah mendapatkan wahyu pertama di usia 40 tahun, sehingga status sebagai pedagang atau pengusaha selama 25 tahun.
KISAH 2
Ada sepasang suami istri hidup di kota, saat itu usahanya begitu berkembang pesat mempunyai beberapa cabang dan karyawan. Sehingga bisa dikatakan menjadi keluarga kaya raya. Hasil usahanya tidak lain untuk membeli aset sana sini dan untuk membahagiakan anaknya.
Lantas keluarga itu tidak pernah merasakan kekurangan, apapun yang diinginkan dengan mudah dibeli dengan uang. Termasuk untuk anaknya, apapun yang diinginkan anaknya selalu dituruti. Saat itu anaknya yang masih kecil, mendapatkan berbagai permainan maupun fasilitas yang jarang sekali didapatkan anak seusianya. Sampai remaja pun semua masih berjalan seperti sebelumnya.
Tibalah saatnya roda kehidupan berputar, usahanya semakin meredup, cabangnya tutup dan karyawan pergi. Yang dulu uang 100rb tidak begitu berarti, sekarang sangat dinanti. Tidak berhenti disitu, suami istri tersebut sudah diserang penyakit akut yang sangat susah untuk sehat seperti sediakala.
Yang lebih mengenaskan lagi, anak kebanggaan yang dimanjakan sejak kecil, di usianya kini 25 tahun belum bisa sama sekali mencari uang, bahkan sering terkena kasus yang menyayat hati orangtua. Padahal orang tuanya sangat berharap sekali mendapatkan bantuan finansial darinya. Bahkan yang ada anaknya masih tetap meminta uang ke orang tuanya yang sudah sakit-sakitan yang hanya mengandalkan usahanya yang sudah kurang layak.
💥💥💥💥💥💥
2 kisah yang sangat bertolak belakang, yang bisa kita ambil hikmahnya. Di tulisan ini saya tidak akan fokus ke “bisnis/pedagang”, namun dari kisah keduanya bisa diambil fokus/hikmah “Manfaat Mengajari Anak untuk Mencari Uang”
1. Membangun Mental Anak
Memang sangat jarang jaman sekarang seorang anak mencari uang. Apalagi status orang tuanya yang masih mampu bahkan bisa dikatakan orangtuanya akan malu. Dalam konteks ini, seorang anak tidak harus seperti anak jalanan atau anak yang putus sekolah.
Namun dengan anak terlatih mencari uang, akan terbangun mentalnya. Terutama mental keberanian melawan rasa malu. Mohon maaf, liat saja anak-anak pemulung atau jalanan, mental mereka sangat kuat. Sudah tidak canggung dan malu, dalam hal ini patut ditiru.
2. Membangun kemampuan komunikasi dan negosiasi
Ketika anak mencari uang dengan bekerja, berdagang atau lainnya, secara langsung dia akan bertemu dengan orang lain yang mengharuskan untuk menjalin komunikasi. Entah itu komunikasi hanya lingkup pekerjaan atau komunikasi yang pesan-pesan kehidupan yang akan membangun pribadi anak. Selain itu, akan terjadi proses negosiasi biarpun sekedar ditanya harga lalu ditawar.
3. Membangun keahlian
Kita sepakat, sekarang banyak lulusan sekolah atau kuliah yang kerjanya tidak sesuai dengan ijazahnya. Karena bingung tidak ada pekerjaan sesuai harapan saat kuliah dulu, ya sudah apapun dilakukan selama halal. Namun sebenarnya hal itu bisa diantisipasi, dengan membangun keahlian sejak dini yang secara langsung didapatkan sejak dini sudah mencari uang. Sehingga setelah lulus tidak bingung ijazahnya mau dibawa kemana
4. Agar tahu bahwa orang tua mencari uang itu susah
Anak boros, minta ini itu tanpa melihat beratnya harga, bahkan anak tersandung kasus yang mengharuskan mengeluarkan uang banyak. Semua itu berawal dari ketidaktahuan anak bahwa orang tua selama ini mencari uang susah payah. Sehingga dengan anak mencari uang sendiri, dia akan ikut merasakan apa yang selama ini orang tua rasakan.
5. Agar menghargai uang
100rb dikasih orang tua, sangat berbeda dengan 100rb hasil jerih payahnya.
100rb dikasih orang tua cenderung akan menggunakan uang semaunya, habis tinggal minta lagi. Namun 100rb hasil jerih payahnya cenderung akan berhati-hati, minimal dia akan berfikir jika 100rb ini habis, berarti harus berjuang lagi mendapatkan 100rb dengan susah payah
6. Membangun kepekaan/jiwa empatis
Ada anak yang tidak peduli dengan pengemis atau orang tua renta yang masih bekerja/jualan. Bahkan ada anak yang sebagian jijik dengan pemandangan seperti itu. Namun dengan anak mencari uang, dia akan bisa merasakan apa yang orang lain rasakan. Karena dirinya sendiri juga merasakan susahnya bekerja atau berdagang
7. Mempersiapkan kemandirian jika sewaktu-waktu orang tua tiada
Nabi Muhammad SAW dididik oleh Alloh langsung (tarbiyyah uluhiyyah), ditakdirkan tidak punya ayah yang dimintai dan tidak punya ibu yang dimanjai. Sehingga beliau mau tidak mau harus bertahan hidup atau survive sendiri.
Namun untuk mempersiapkan anak mempunyai jiwa mandiri tidak harus menunggu orang tua meninggal. Sejak dini bisa dipersiapkan anak dilatih untuk survive seperti dilatih mencari uang.
8. Mempersiapkan ahli ilmu
Betapa banyak anak yang putus sekolah atau tidak kuliah karena kendala biaya. Atau betapa banyaknya mahasiswa yang sudah lumayan dewasa tapi masih menjadikan orang tua sebagai sumber pendapatan satu-satunya.
Dengan melatih anak mencari uang, secara finansial mempersiapkan mereka untuk terus belajar menuntut ilmu. Biarpun uang yang dikumpulkan belum 100% mencukupi, setidaknya itu hasil perjuangan sendiri untuk mewujudkan ahli ilmu
9. Mempersiapkan calon suami
Masih banyak generasi muda yang sekolah dibiayai, nikah dibiayai bahkan setelah berumah tangga masih dibiayai orang tua. Hal ini menjadi boomerang sebenarnya bagi orang tua itu sendiri. Niatnya memberikan kasih sayang, ternyata bablas menjadi beban.
Dengan melatih anak mencari uang, sama saja sedang mempersiapkan anak laki-lakinya untuk menjadi calon suami/ayah yang bertanggungjawab menafkahi keluarganya. Jikapun uang yang dikumpulkan belum cukup, setidaknya sudah punya mental, ilmu dan pengalaman yang bisa diamalkan ke segala bidang
10. Mempersiapkan calon istri
Anak wanita pun berhak untuk dididik mencari uang. Biarpun tanggung jawab keuangan keluarg nantinya adalah suami, namun jika istri bisa mencari uang, akan membantu perekonomian keluarga. Apalagi jika bisa mencari uang tanpa harus keluar rumah.
Selain itu, yang namanya kehidupan pasti ada suka-duka nya. Dalam rumah tangga yang paling menyedihkan adalah perceraian, apapun faktornya. Yang jelas, jika selama berumah tangga kunci pendapatan ada di suami, maka istri akan bingung kepalang.
Bahkan jika suami meninggal, istri pun akan kebingungan.
Sehingga penting sekali melatih anak perempuan untuk mencari uang
💥💥💥💥💥
Alhamdulillah
Nabi Muhammad SAW bukanlah malaikat yang ibadahnya luar biasa, melainkan manusia biasa yang punya suka dan duka. Sehingga kisah di atas, bisa kita resapi dan teladani. Biarpun tidak bisa sama persis, bisa dengan cara lain
Sedangkan kisah 2 menggambarkan betapa bahayanya jika kita terlalu memanjakan anak, yang tujuannya memberikan kasih sayang, tapi justru menjadi boomerang. Bukan menjadi orang tua yang pelit, bukan pula yang serba menuruti. Tapi berusaha di tengah-tengah dengan cara terus belajar menjadi orang tua dengan mencontoh Rasulullah atau lainnya
Sumber background: Freepik.com |
Ramadhan 1444 H/2023 M