Ringkasan Diskusi: Haruskah Kita Punya Filosofi Pendidikan - Gita Wirjawan

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِÙŠْÙ…ِ
اللَّÙ‡ُÙ…َّ صَÙ„ِّ عَÙ„َÙ‰ Ù…ُØ­َÙ…َّدٍ
Follow Tiktok kami, klik ðŸ‘‰ 

Kali ini, kami akan memberikan tinjauan singkat atas konten YouTube dari Gita Wirjawan dengan judul 'Haruskah Kita Punya Filosofi Pendidikan', berdurasi 1 jam 13 menit 30 detik.

Diskusi Direkam: 13 Desember 2023
Penyelenggara: Policy Forum on Education (PFoE) - Kerjasama dengan Tanoto Foundation
Narasumber:
  1. Gita Wirjawan: Pemerhati Pendidikan, Pengusaha
  2. Andhyta Firselly Utami (Afutami): Pegiat Pendidikan, Aktivis Sosial
  3. Nisa Felicia Faridz: Pelaksana Kebijakan Pendidikan, Pemerintah
  4. Yanuar Nugroho: Pelaksana Kebijakan Pendidikan, Pendidik/Akademisi

Ada beberapa poin penting yang bisa disoroti dari diskusi tersebut:
1. Fondasi Pendidikan yang Kuat: 
Diskusi dimulai dengan pembahasan tentang pentingnya membangun fondasi pendidikan yang kuat sejak dini, bahkan sebelum masa sekolah dasar.

2. Tantangan Literasi dan Numerasi: 
Literasi dan numerasi menjadi tantangan utama dalam pendidikan di Indonesia. Rendahnya tingkat literasi dan numerasi menjadi hambatan dalam mengembangkan kemampuan berpikir lateral dan kreativitas.

3. Kultur Rasa Ingin Tahu: 
Budaya rasa ingin tahu perlu ditingkatkan agar anak-anak muda tidak hanya belajar untuk lulus, tetapi juga untuk memecahkan masalah kompleks dan terus belajar sepanjang hayat.

4. Perubahan Sistemik: 
Diperlukan perubahan sistemik dalam pendidikan, termasuk dalam hal mengubah kurikulum, meningkatkan kualitas guru, dan memberikan waktu yang cukup untuk implementasi perubahan.

5. Keterlibatan Guru: 
Guru perlu diberi dukungan dan waktu yang cukup untuk mempelajari dan mengimplementasikan perubahan kurikulum dengan baik.

6. Prioritas Riset dan Ilmuwan: 
Perlu adanya peningkatan investasi dan perhatian terhadap riset, terutama dalam bidang STEM. Selain itu, juga perlu mengubah pandangan masyarakat terhadap profesi ilmuwan dan filsuf.

7. Pendidikan untuk Membentuk Individu: 
Pendidikan harus ditujukan untuk membentuk individu yang memiliki keterampilan, pengetahuan, dan kecakapan yang diperlukan untuk meraih potensi penuh mereka.

8. Demokratisasi Ruang Belajar: 
Diperlukan ruang belajar informal yang mendemokratisasi akses terhadap pengetahuan dan keterampilan, serta merayakan kecintaan terhadap belajar dan pengetahuan.

9. Perbedaan antara Pendidikan Anak dan Pendidikan Orang Dewasa: 
Pembicara menyoroti perbedaan mendasar antara mendidik anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak cenderung mulai dari ketidaktahuan dan tumbuh menjadi pengetahuan, sementara pendekatan pendidikan orang dewasa cenderung memerlukan pendorong untuk mempertimbangkan sudut pandang baru.

10. Pentingnya Memunculkan Pertanyaan dan Eksperimen: 
Untuk pendidikan orang dewasa, menemukan ruang untuk memunculkan pertanyaan baru dan melakukan eksperimen dengan ide-ide baru menjadi kunci. Hal ini berbeda dengan memberi informasi, karena orang dewasa memiliki kerangka pengetahuan yang sudah terbentuk.

11. Tantangan dalam Mendorong Perubahan Pikiran Orang Dewasa: 
Orang dewasa seringkali memiliki cara tertentu untuk menyelesaikan masalah, yang sulit untuk diubah. Tantangannya adalah membuat mereka merasa aman untuk merenungkan sudut pandang baru dan mengeksplorasi cara-cara baru untuk menyelesaikan masalah.

12. Peran Otoritas Pengetahuan yang Berubah: Di era informasi saat ini, otoritas pengetahuan tidak lagi hanya berasal dari guru di ruang kelas, tetapi dapat berasal dari berbagai sumber. Ini menantang cara kita memandang otoritas dalam pembelajaran dan bagaimana kita memanfaatkannya dalam pendidikan orang dewasa.

13. Perluasan Pemikiran tentang Output dan Outcome: 
Pemerintah cenderung fokus pada output (misalnya, jumlah sekolah yang dibangun) daripada outcome (misalnya, jumlah pemenang Nobel yang dihasilkan). Penting untuk mengubah cara berpikir ini untuk mencapai hasil jangka panjang yang diinginkan dalam pendidikan dan riset.

14. Politisasi dalam Riset dan Pendidikan: 
Pendidikan, riset, dan sektor publik secara luas cenderung terpolitisasi, yang menghambat kemajuan. Diperlukan depolitisasi dan profesionalisme dalam menangani sektor-sektor ini.

15. Mengatasi Ketidaksetaraan dalam Pendidikan: 
Tantangan besar dalam meningkatkan kualitas guru dan pendidikan adalah mengatasi ketidaksetaraan dalam sistem pendidikan, baik dari segi input (misalnya, motivasi siswa untuk menjadi guru) maupun output (kualitas guru yang dihasilkan).

16. Mendefinisikan Ulang Konsep Pintar: 
Perlu mendefinisikan ulang apa yang dimaksud dengan "pintar" dalam konteks menjadi seorang guru yang efektif. Ini mungkin mencakup kecerdasan emosional, motivasi, dan keterampilan interpersonal, bukan hanya kemampuan akademis tradisional.

17. Membangun Komunitas dan Meningkatkan Profesionalisme: 
Penting untuk membangun komunitas guru yang saling mendukung dan meningkatkan profesionalisme mereka, serta menciptakan insentif yang menarik bagi generasi muda untuk memilih karir sebagai guru.

18. Pentingnya Kepemimpinan yang Visioner: 
Dibutuhkan kepemimpinan yang visioner dan konsisten dalam mendorong perubahan dalam sistem pendidikan, termasuk pengakuan terhadap keberhasilan kebijakan sebelumnya dan konsistensi dalam menerapkan strategi jangka panjang.

19. Pendidikan Gratis dan Berkualitas: 
Ada kesepakatan bahwa pendidikan gratis dari tingkat PAUD hingga SMA negeri harus menjadi prioritas untuk memastikan akses pendidikan yang merata dan berkualitas bagi semua anak Indonesia.

20. Perubahan Paradigma Pendidikan: 
Panelis sepakat bahwa perlu adanya perubahan paradigma pendidikan, di mana pendidikan dilihat sebagai hak asasi manusia dan bukan hanya sebagai investasi pribadi atau kebutuhan keluarga. Ini menuntut konsistensi dalam kebijakan publik dan visi kepemimpinan yang jelas.

21. Kepemimpinan Visioner: 
Kepemimpinan yang visioner dan berani diakui sebagai kunci untuk menghadapi tantangan seperti jebakan pendapatan menengah dan memastikan kemajuan menuju visi 2045. Hal ini mencakup keberanian untuk membuat keputusan radikal dan konsistensi dalam menjalankan filosofi pendidikan sebagai hak asasi manusia.

22. Konsistensi dan Konsensus: 
Pentingnya konsistensi dalam kebijakan publik dan konsensus dalam memandang pendidikan sebagai kebutuhan publik yang harus diakses oleh semua rakyat Indonesia, bukan hanya sebagai investasi pribadi.

23. Keberuntungan dan Kehadiran: 
Meskipun sistem yang mapan dapat memberikan fondasi, terkadang keberuntungan dan kehadiran pemimpin yang visioner memainkan peran penting dalam mengubah nasib suatu bangsa. Ini menunjukkan bahwa, selain upaya terencana, ada elemen keberuntungan yang dapat memengaruhi hasil akhir

ALHAMDULILLAH Dengan kepemimpinan visioner dan komitmen terhadap pendidikan sebagai hak asasi manusia, kita bisa mencapai tujuan bersama: pendidikan gratis, berkualitas, dan inklusif untuk semua. Terima kasih atas semangat kolaboratif. Ayo lanjutkan perjalanan menuju sistem pendidikan yang lebih baik.
DUKUNG blog ini klik ðŸ‘‰ 

Jika ingin memberi kritik, saran atau berbagi informasi ke kami, silahkan hubungi kami melalui
Email: ubaygurupai2021@gmail.com 
Klik ðŸ‘‰ Grup Guru PAI
Jangan lupa untuk mengisi ðŸ‘‰ 
Yuk baca ðŸ‘‰ 
Tags

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top