بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّØْÙ…َÙ†ِ الرَّØِÙŠْÙ…ِ
اللَّÙ‡ُÙ…َّ صَÙ„ِّ عَÙ„َÙ‰ Ù…ُØَÙ…َّدٍ
1. Shalat
Para
ulama sepakat wanita haid dan nifas diharamkan shalat baik shalat wajib ataupun
shalat sunnah. Mereka juga sepakat kewajiban 7 shalat gugur dan tidak ada
kewajiban menggantinya ketika suci. (Al
Majmu Linnawawi’, 2/383)
Hal
ini berdasarkan hadits Abu Sa’id beliau berkata, Nabi ` bersabda ”Bukankah wanita haid tidak shalat dan tidak
puasa? Demikianlah kekurangan agamanya.” (HR. Bukhari No. 1951 dan Muslim
No. 80)
Dan
hadits Mu’adzah bahwasanya ada seorang wanita bertanya kepada ‘Aisyah , “Apakah
perlu bagi kami, para wanita untuk mengganti shalat ketika suci?” Lalu ‘Aisyah
menjawab, “Apakah engkau wanita
Haruriyyah (berfaham khawarijpen)? Dahulu kami mengalami haid ditengah-tengah
Nabi ` namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengganti shalat.” (HR.
Bukhari No. 321 dan Muslim No. 265)
2. Puasa
Para
ulama sepakat wanita haid dan nifas tidak diperbolehkan berpuasa akan tetapi
wajib mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan. Berdasarkan hadits Aisyah
beliau berkata, “Dahulu kami mengalami
haid. Kami diperintahkan mengganti puasa dan tidak diperintah mengganti shalat.”
(HR. Muslim No. 265)
3. Jima’
Para
imam sepakat akan haramnya bersetubuh dengan istri yang sedang haid atau nifas.
(Majmu’ Fatawa, 21/624) Allah Ta’ala
telah mengharamkannya dalam Al Qur’an. Allah Ta’ala berfirman “Oleh sebab itu hendaknya kamu menjauhkan
diri dari wanita di waktu haidh.” (QS. Al Baqarah: 222)
Sabda
Nabi “Berbuatlah sesukamu kecuali jima.”
(HR. Muslim No. 302) Hadits ini menunjukkan bahwa yang terlarang hanyalah
menikmati kemaluan istri (jima’). Adapun menikmati bagian tubuh yang lain
selain kemaluan maka diperbolehkan. Inilah pendapat yang dipilih Ats Tsauri,
Ahmad, Ishhaq, Ibnul Mundzir, An Nawawi dan ulama lainnya . (Shahih Fiqh Sunnah, I/212)
Pendapat
ini dikuatkan oleh sebuah hadits Masruq tatkala beliau bertanya kepada Ibunda
kaum mukminin, ‘Aisyah,“Saya ingin
bertanya sesuatu kepada Anda akan tetapi saya malu.” ‘Aisyah menasehatinya,
“Sesungguhnya aku ini ibumu dan engkau adalah anakku.” Lantas Masruq pun
bertanya, “Apa yang boleh dilakukan seorang laki-laki pada istrinya yang sedang
haid?” Jawab ‘Aisyah “Diperbolehkan
bagi suami melakukan apapun kecuali terhadap kemaluan istrinya.” (Hadits
diriwayatkan At Thabari dalam At Tafsir dengan sanad shahih)
4. Thawaf
Para
ulama sepakat wanita haid diharamkan thawaf (mengelilingi ka’bah) berdasarkan
hadits ‘Aisyah “Lakukanlah amalan seperti yang dilakukan
orang yang berhaji kecuali thawaf di ka’bah sampai engkau suci.” (HR.
Bukhari No. 1650)
5. Talak
Seorang
suami diharamkan mentalak istri di saat haid. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan
istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya (secara wajar).” (QS. At Thalaq : 1)
Iddah
adalah batas waktu menunggu bagi sang istri untuk memastikan bahwa ia tidak
hamil setelah dicerai suaminya yaitu selama 3
quru’ (3 kali siklus haid) atau jika dicerai dalam kondisi hamil maka masa
iddahnya sampai melahirkan.
Sehingga
waktu yang diperbolehkan bagi suami untuk mentalak istrinya yaitu pada saat:
a. Istri sedang hamil. Jika istri
sedang hamil maka masa iddahnya jelas yaitu sampai melahirkan.
b. Mencerai istri di masa suci (masa
di luar haid) dan tidak ada hubungan badan selama masa suci tersebut. Jika
cerai dijatuhkan di masa suci namun dilakukan jima’ pada masa suci tersebut
maka akan ada ketidakjelasan, apakah si istri hamil ataukah tidak karena
hubungan badan yang dilakukannya tersebut. Jika hamil, iddahnya dengan
melahirkan dan jika tidak hamil, iddahnya dengan 3 kali haid. Selama belum bisa
dipastikan jenis iddahnya maka suami diharamkan menjatuhkan talak pada istrinya
sampai perkaranya benar-benar jelas. (diringkas
dari Risalah Fiddima’, hal. 1920)
c. Istri sedang haid tapi sama
sekali belum pernah disetubuhi. Tatkala kondisi seperti ini, tidak ada iddah
bagi istri. Misalnya pengantin baru yang bercerai.
Demikian amalan ibbadah yang diharamkan
bagi wanita yang sedang haid,. Semoga Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, menjadikan antum
sebagai wanita dan ibu yang shaliha. Yang akan melahirkan generasi pejuang dan
pendakwah yang shalih dan shaliha.
Wallohu
a’lam
Referensi
:
Panduan
Praktis Wanita Haid karngan Umi Farikhah Abdul Mu’ti